01 April 2009

Peninggalan prasasti-prasasti di Sumatera yang belum tergali

(1) Prasasti batu di Pasir Panjang - kira-kira 900 M.


Prasasti ini diketemukan pada sebuah batu di Pasir Panjang di pulau Karimun Besar. Terdiri atas tiga baris tulisan dalam huruf Nagari yang sangat besar pada abad ke-9 atau ke-10 M. Dalam tahun 1873 Dr. K.F. Holle mendengar tentang prasasti ini. Dr. J.L.A. Brandes membaca prasasti seperti berikut: 'Kaki cemerlang Gautama, penganut Mahayana adalah Golayantra di sini.' Dr. R.A. Kern menduga bahwa Gautama dianggap oleh aliran Mahayana sebagai Golayantra (alam semesta).

Akan tetapi Golayantra adalah sebuah alat yang berhubungan dengan ilmu falak, dan naskah itu lebih baik diterjemahkan sebagai berikut - 'Sri Gautamasri, pengikut aliran Mahayana yang patut dimuliakan (pernah) seorang ahli mesin.' Akan tetapi dalam hal itu, diharapkan akan dibaca sebagai Golayantrika. Tetapi tidak ada kesalahan membaca. Keberatan Dr. R.A. Kern bahwa nama Gautama adalah sangat tidak lazim bagi seorang Buddhist tidak berdasar sama sekali. Dalam peraturan-peraturan agama bahasa Palli kita temukan Gautama sebagai seoraang nama seorang biarawati, tetapi di sini barangkali namanya adalah Gautamsari.


(2) Prasasti arca Gunung Tua - Tahun Saka 946.


Prasasti yang dipahat pada alas sebuah arca Awalokitewsara yang terbuat dari perunggu, yang digambarkan dengan empat lengan dan berdiri antara dua Sakti. Semula disimpan di rumah Raja Gunung Tua (Tapanuli Timur) dan pada waktu ini tersimpan di Museum Nasional Jakarta. Dr. J.L.A. Brandes untuk pertama kali membaca dan menguraikan dalam Notulen Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen 1887, seperti berikut:

Salam.. Dalam tahun Saka 946 hari Jum'at, hari ketiga dari setengah bulan Caitra yang cerah, pada tanggal ini Surya pandai besi utama membangun Dewa Lokanatha. Dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik ini, milik bersama semua mahluk menjadi matang untuk kearifan sempurna tertinggi.'

Tanggal pada prasasti ini tidak tetap. Hari ketiga sekali dua minggu bulan Caitra dalam tahun Saka 946 (1224 M.) jatuh pada hari Minggu (15 Maret). Akana tetapi dalam tahun Saka 947 (1025), bulan Caitra jatuh pada hari Jum'at.


(3) Prasasti Kubur Raja dari Adityawarman. Kira-kira tahun Saka 1300.


Prasasti ini termasuk Pangeran Adityawarman dari Sumatera. Naskahnya ditulis dalam semacam bahasa Sanskrit yang kurang sempurna dan artinya tidak selalu jelas. Prasasti rusak sedikit pada akhir garis enam pertama dan juga pada garis akhir

Tidak ada komentar: